Sabtu, 27 April 2013

Dunia bisnis adalah milik mereka yang memanfaatkan peluang. Lihat saja. Mulai dari multi jutawan macam bos Microsoft Inc. Bill Gates yang membuat marak bisnis komputer dan software hingga Bakso Pak Narto yang laris manis di Yogyakarta, tersingkap semangat untuk mengoptimalkan peluang yang ada. Kalau soal bisnis mainan, bolehlah toko mainan John di Salemba dan Libra Toys milik Betty Ronaldi dijadikan contoh.

mainan_anak2Bagaimana tidak? Kedua pengusaha itu menjalankan bisnis mainan anak karena melihat adanya peluang yang besar. "Awalnya saya mencoba berbisnis mainan karena melihat bahwa di Jakarta banyak anak-anak," ujar John dengan logat Minang yang masih kental. "Ini bisnis sepanjang masa," katanya mantap.

Betty juga setali tiga uang. Pasalnya, dia memang pecinta mainan anak dan sedari lajang sudah berbisnis mainan.

Dari peluang yang mereka tangkap itu, tebersitlah pikiran untuk terjun dalam bisnis mainan secara full time. John menyewa sebuah kios kecil berukuran 2x2 m2 di Pasar Paseban, Salemba, Jakarta. Sedangkan Betty sempat mencoba berbisnis di Roxy sebelum akhirnya berlokasi di ITC Kuningan, Jakarta.
Sekarang bisnis mereka tampaknya sudah on the right track. Artinya, sudah menghasilkan omzet lumayan besar. "Lumayanlah untuk sehari-hari," tutur John merendah.

Kiosnya di Pasar Paseban kini luasnya sudah 4x4m2. John pun rajin mengkuti event-event penting seperti di Pasar Seni Betawi yang digelar di Monas beberapa waktu lalu.

Omzetnya sehari di Monas paling minim Rp1,6 juta. Sementara omzet Libra Toys bisa mencapai Rp1,5 juta sehari. Koleksi mainan Libra tidak kurang dari 200 item. Kurang apa lagi?

Menurut Budi Utoyo, konsultan bisnis yang juga pengusaha sukses, pertanyaan pertama yang harus diajukan sebelum memulai sebuah bisnis adalah apakah bisnis tersebut marketable.

"Nah, kalau bisnis mainan jelas, market-nya gede banget Mas," katanya belum lama ini.

Tapi dia juga mengingatkan bahwa meskipun peluangnya besar, risikonya juga besar. Pasalnya, produk mainan anak termasuk barang yang cepat jenuh sehingga masa edarnya terbatas. "Anak-anak umumnya gampang bosan. "Mainan itu paling lama tiga sampai empat bulan saja udah ketinggalan," kata Budi.

Karena itu konsultan tersebut mewanti-wanti pengusaha bisnis mainan agar cepat menampilkan barang baru dan selalu kreatif membaca tren pasar. Ini penting agar pasar tidak jenuh.

Budi, yang juga mentor di Enterpreneur University itu, menceritakan pengalaman seorang rekannya yang memiliki sebuah jaringan toko mainan. Pada awalnya toko mainan yang cukup ternama itu berkembang cukup baik sejak berdiri dua tahun silam, bahkan telah memiliki 40 lebih franchisee.

Pesatnya perkembangan tersebut tidak terlepas dari kemampuan networking yang sangat bagus. Tetapi karena mainan yang dijual sering tidak laku, sang franchisor pun sering mendapat komplain dari franchisee. Itu sudah berlangsung selama enam bulan terakhir.

"Pasokan mainannya sering ketinggalan zaman," ujar Budi seraya menambahkan toko tersebut memperoleh pasokan mainan dari China.

Tampaknya sudah menjadi keharusan bahwa seorang pengusaha bisnis mainan anak 'wajib' mengerti tren pasar. Artinya, pengusaha mesti aktif menilai perkembangan penjualan item-item mainan dan segera melakukan perubahan jika diperlukan.

Biasanya dari data penjualan barang bisa diketahui mana barang yang laku keras, laku, lumayan laku, atau tidak laku. "Kita nggak boleh nunggu. Sirkulasinya harus cepat," ujar Budi menyarankan.

Dari penilaian terhadap data penjualan barang, Anda bisa menentukan masa edar setiap item barang dan memperkirakan mainan yang sedang tren. Kalau sudah dua bulan mainan tidak laku-laku juga, lebih baik Anda menjual murah saja.

Kalau Anda merasa tidak terlalu mampu memahami tren sehingga kurang cepat mengantisipasi perkembangan terbaru, pekerjakanlah karyawan yang mampu melakukan itu. "Karyawan Anda sebaiknya senang mainan dan kreatif," tutur Budi.

Dalam bentuk lain, taktik antisipatif tersebut memang lazim dilakukan oleh pelaku bisnis lainnya seperti pengusaha yang bergerak dalam bidang fashion. Kalau kita perhatikan, produk fashion seperti pakaian keluaran terbaru biasanya terlebih dulu akan ditawarkan di toko-toko di kota besar. Barulah setelah masa laris produk itu agak turun, produk dilempar ke daerah.

Pengusaha mainan juga sebaiknya pintar-pintar memilih pemasok mainan yang baik. Selain koleksi mainan yang variatif, harga yang bersaing juga merupakan poin yang perlu dipertimbangkan. Satu lagi, percantiklah tampilan outlet Anda. Buatlah semenarik mungkin agar anak-anak tertarik masuk ke dalam toko Anda begitu mata mereka melihatnya. (Bisnis Indonesia)

0 komentar:

Posting Komentar